PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002
TENTANG
PERTAHANAN NEGARA
I. UMUM
Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya. Bangsa Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertekad bulat untuk membela, mempertahankan, dan menegakkan kemerdekaan, serta kedaulatan negara dan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara, sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, adalah:
a.
kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan;
b.
pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
c.
hak dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha
pembelaan negara;
d.
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari
pandangan hidup tersebut di atas, bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
pertahanan negara menganut prinsip:
a.
bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman;
b.
pembelaan negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya
pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara.
Oleh karena itu, tidak seorangpun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban
ikut serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang.
Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa upaya pertahanan negara harus
didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri;
c.
bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada
kemerdekaan dan kedaulatannya. Penyelesaian pertikaian atau pertentangan yang
timbul antara bangsa Indonesia dan bangsa lain akan selalu diusahakan melalui
cara-cara damai. Bagi bangsa Indonesia, perang adalah jalan terakhir dan hanya
dilakukan apabila semua usaha dan penyelesaian secara damai tidak berhasil.
Prinsip ini menunjukkan pandangan bangsa Indonesia tentang perang dan damai;
d.
bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut
politik bebas aktif. Untuk itu, pertahanan negara ke luar bersifat defensif
aktif yang berarti tidak agresif dan tidak ekspansif sejauh kepentingan
nasional tidak terancam. Atas dasar sikap dan pandangan tersebut, bangsa
Indonesia tidak terikat atau ikut serta dalam suatu pakta pertahanan dengan
negara lain;
e.
bentuk pertahanan negara bersifat semesta dalam arti melibatkan
seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional,
serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan;
f.
pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi
manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum
internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan
secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara
kepulauan. Di samping prinsip tersebut, pertahanan negara juga memperhatikan
prinsip kemerdekaan, kedaulatan, dan keadilan sosial.
Era
globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, komunikasi, dan informasi sangat mempengaruhi pola dan bentuk
ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional
(fisik) dan saat ini berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik),
baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman yang
bersifat multidimensional tersebut dapat bersumber, baik dari permasalahan
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang
terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap,
bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan.Hal ini semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks sehingga penyelesaiannya tidak hanya bertumpu pada departemen yang menangani pertahanan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait, baik instansi pemerintah maupun nonpemerintah.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menetapkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari setiap bentuk ancaman dari luar dan/atau dari dalam negeri, pada hakikatnya merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem pemerintahan negara menegaskan bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selanjutnya, dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa wewenang Presiden, antara lain:
a.
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945;
b.
memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara;
c.
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negara lain;
d.
menyatakan keadaan bahaya.
Berdasarkan
kewenangan tersebut, Presiden memegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
negara, termasuk usaha penyelenggaraan pertahanan negara. Untuk itu, perlu
dibentuk suatu undang-undang sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan
pertahanan negara.Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Dengan demikian, semua usaha penyelenggaraan pertahanan negara harus mengacu pada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan.
Pertahanan negara diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara melalui usaha membangun dan membina kemampuan dan daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman.
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Hal ini berbeda dengan komponen kekuatan Pertahanan Keamanan Negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang terdiri atas komponen dasar, komponen utama, komponen khusus, dan komponen pendukung. Perbedaan lainnya adalah bahwa dalam Undang-Undang ini, hanya Tentara Nasional Indonesia saja yang ditetapkan sebagai komponen utama, sedangkan cadangan Tentara Nasional Indonesia dimasukkan sebagai komponen cadangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan aturan hukum internasional yang berkaitan dengan prinsip pembedaan perlakuan terhadap kombatan dan nonkombatan, serta untuk penyederhanaan pengorganisasian upaya bela negara. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengatur mengenai sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional, baik sebagai komponen cadangan maupun komponen pendukung.
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Istilah Tentara Nasional Indonesia yang digunakan dalam Undang-Undang ini adalah sebagai pengganti istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Nomor: VI/MPR/2000 dan Nomor: VII/MPR/2000, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Tentara Nasional Indonesia, yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mendukung kepentingan pertahanan negara, sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang berada di dalam dan/atau di luar pengelolaan departemen yang membidangi pertahanan dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik sebagai komponen cadangan maupun komponen pendukung.
Presiden selaku penanggungjawab tertinggi dalam pengelolaan pertahanan negara dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional yang berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara. Untuk menghadapi ancaman bersenjata, Presiden berwenang mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam keadaan memaksa, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan kewajiban paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam harus mengajukan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan tersebut, Presiden harus menghentikan operasi militer.
Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara dan menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara. Selain itu, Menteri menyusun "buku putih pertahanan", menetapkan kebijakan kerja sama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya, merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya, menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan. Dalam hal menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan, Menteri bekerja sama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya.
Panglima diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Panglima menyelenggarakan perencanaan strategi dan operasi militer, pembinaan profesi dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan operasional. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Panglima dapat menggunakan segenap komponen pertahanan negara yang selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada Presiden. Dalam hal pemenuhan kebutuhan Tentara Nasional Indonesia, Panglima bekerja sama dengan Menteri.
Pembinaan kemampuan pertahanan negara dilakukan melalui pendayagunaan segala sumber daya nasional serta pemanfaatan wilayah negara dan pemajuan industri pertahanan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dengan memperhatikan hak masyarakat dan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin penyelenggaraan pertahanan negara yang memenuhi prinsip demokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum pertahanan negara dan dapat meminta keterangan tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pertahanan negara.
Sehubungan dengan perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat yang mengedepankan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan secara damai, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 perlu diganti dengan Undang-Undang ini.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan bersifat semesta adalah pengikutsertaan seluruh warga negara, pemanfaatan seluruh sumber daya nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha pertahanan negara.
Yang dimaksud dengan keyakinan pada kekuatan sendiri adalah semangat untuk mengandalkan pada kekuatan sendiri sebagai modal dasar dengan tidak menutup kemungkinan bekerja sama dengan negara lain.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebiasaan internasional adalah ketentuan tidak tertulis yang berlaku universal dan diakui oleh masyarakat internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan adalah bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman militer dapat berbentuk, antara lain:
a.
Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain
terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa
atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:
1)
Invasi berupa serangan oleh kekuatan bersenjata negara lain terhadap wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.2) Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3) Blokade terhadap pelabuhan atau pantai atau wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh angkatan bersenjata negara lain.
4) Serangan unsur angkatan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat atau satuan laut atau satuan udara Tentara Nasional Indonesia.
5) Unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian yang tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian.
6) Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain sebagai daerah persiapan untuk melakukan agresi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7) Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh negara lain untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melakukan tindakan seperti tersebut di atas.
b.
Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, baik yang
menggunakan kapal maupun pesawat non komersial.
c.
Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan
mendapatkan rahasia militer.
d.
Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan obyek vital
nasional yang membahayakan keselamatan bangsa.
e.
Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme
internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme
dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.
f.
Pemberontakan bersenjata.
g.
Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata
dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.
No comments:
Post a Comment